PEKANBARU, Garda45.com – Jalan Sudirman Kota Pekanbaru menjadi saksi aksi unjuk rasa yang dihelat oleh Pelindung Alam Mitra Indonesia (PAMI) Provinsi Riau bersama masyarakat dan mahasiswa pada Kamis, (18/1/24). Mereka berkumpul di depan Kantor Gubernur untuk menyuarakan keprihatinan terhadap lahan seluas 781.44 hektar di Desa Kepau Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, yang diduga dikuasai oleh pengusaha berinisial SW.
Persoalan lahan di Riau kembali mencuat dalam aksi demonstrasi kali ini. PAMI, bersama masyarakat Kepau Jaya dan Aliansi Mahasiswa Riau Bersatu, menyuarakan keberatan mereka terhadap SW yang diduga menguasai lahan seluas 781,44 hektar dengan status Hutan Produksi Konversi (HPK) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Sejak pagi, jalan Sudirman di Kota Pekanbaru dipenuhi oleh massa yang ingin menyampaikan aspirasi dan menuntut keadilan.
Dalam aksi demonstrasi ini, PAMI menyerukan agar Gubernur Riau, dengan tegas, menindaklanjuti terhadap dugaan penguasaan lahan secara ilegal oleh SW di Desa Kepau Jaya. Mereka mengacu pada Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang yang menyatakan SW bersalah atas perbuatan melawan hukum terkait lahan seluas 781.44 hektar.
Tak hanya itu, massa aksi juga meminta keterlibatan Gubernur Riau dan pejabat berwenang untuk menyelesaikan permasalahan terkait pengelolaan lahan yang dianggap merugikan Negara dan Masyarakat Adat Desa Kepau Jaya. PAMI menegaskan bahwa kepentingan rakyat, terutama masyarakat Adat Desa Kepau Jaya, harus menjadi prioritas utama dalam penyelesaian konflik ini.
Sutan Haris, Sekretaris PAMI, memberikan penjelasan terinci terkait kasus ini. Inisial SW, menurut Haris, telah menduduki lahan sejak tahun 2000 dengan status HPK dan HPT. Namun, yang menjadi sorotan adalah SW diduga tidak memiliki izin kehutanan dan ketiadaan Hak Guna Usaha dalam pengelolaan lahan tersebut.
“Persoalan ini sudah lama bergulir, bahkan telah sampai ke kementrian. Beberapa waktu lalu, masyarakat dibantu oleh pihak DLHK Provinsi Riau melakukan mediasi di Pemerintahan Pusat, namun hingga saat ini tidak ada tindakan konkret dari pemerintah,” ungkap Sutan Haris.
PAMI menyoroti Putusan Pengadilan Negeri Bangkinang yang dikeluarkan pada 24 Februari 2014. Putusan tersebut mengandung beberapa poin penting:
1. Perbuatan SW atas penguasaan lahan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
2. SW diminta mengembalikan lahan kepada status semula, mengosongkan, dan menyerahkan lahan seluas 781.44 Hektar kepada Negara (Kementerian Kehutanan RI).
3. Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar diminta mengelola, menjaga, dan mengamankan lahan tersebut.
Meskipun putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (Inkrah) karena SW tidak melakukan upaya hukum, PAMI menunjukkan ketidakpatuhan SW terhadap putusan tersebut. Dinas Kehutanan Kabupaten Kampar juga disorot karena tidak mengambil langkah konkrit terkait pengelolaan lahan tersebut.
PAMI menekankan urgensi kehadiran pemerintah daerah dalam menyelesaikan konflik ini yang dinilai merugikan Negara dan Masyarakat. Mereka berpendapat bahwa SW diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan pengingkangan hukum yang hanya menguntungkan diri sendiri.
Sutan Haris menegaskan, “Apabila tuntutan kita hari ini tidak ditanggapi oleh pemerintah, maka kami dari PAMI, masyarakat, dan mahasiswa akan menggelar aksi unjukrasa dengan jumlah massa yang lebih besar lagi, “tegasnya.
Komentar