Keluarga Ahmad Nurhadi Bongkar Misteri Kematian di RSJ Tampan, Diduga Ada Malapraktik

PEKANBARU, Garda45.com – Misteri kematian Ahmad Nuradi, warga Desa Muara Dilam, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau, menyisakan banyak tanda tanya besar. Keluarga almarhum menilai kematian Ahmad Ahmad Nurhadi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan Pekanbaru yang terjadi pada Jumat (25/4/25) itu, penuh dengan kejanggalan dan tidak masuk akal. Mereka mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus yang dianggap tidak masuk akal tersebut.

Hal tersebut disampaikan oleh Cici, sepupu almarhum, kepada media ini pada Minggu (27/4/25) pagi sekitar pukul 08.30 WIB. la menceritakan kronologi kejanggalan yang ditemukan keluarga sejak almarhum dirawat hingga dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan, Pekanbaru.

Cici, menyebutkan bahwa sebelum meninggal dunia, Ahmad Nurhadi memang sedang menjalani perawatan di RSJ Tampan akibat gangguan kejiwaan. Almarhum dibawa orang tuanya ke rumah sakit pada Senin (21/4/2025), untuk mencegah potensi gangguan terhadap tetangga dan masyarakat sekitar.

“Pada Jumat (25/4/25) siang sekitar pukul 14.00 WIB, ayah almarhum sempat melakukan video call melalui ponsel security bernama Ari. Saat itu, almarhum tampak sehat dan sadar, seperti orang normal,” ungkap Cici.

Namun, kejanggalan bermula saat sore harinya. Sekitar pukul 17.30 WIB, ibu Ahmad Nurhadi datang membawa makanan berupa sate untuk anak mereka. Tapi anehnya, kali ini mereka tidak diizinkan untuk langsung menyerahkan makanan itu. Satpam yang bertugas hanya menerima titipan tanpa memberikan alasan yang jelas.

“Biasanya orang tua bisa langsung ketemu dan kasih makanan. Tapi sore itu tiba-tiba tidak boleh. Alasan dari security pun tidak masuk akal,” ujar Cici.

Lebih mengejutkan lagi, sekitar pukul 19.00 WIB, pihak RSJ mengabari kakak almarhum, Maisaroh, agar segera datang ke rumah sakit. Saat tiba di RSJ pukul 19.20 WIB, orang tua Ahmad Nurhadi justru diberitahu bahwa putra mereka sudah meninggal dunia.

“Tentu saja keluarga kami terpukul. Mereka langsung menangis histeris di rumah sakit,” beber Cici.

Tak puas dengan penjelasan pihak RSJ, keluarga meminta keterlibatan kepolisian. Setelah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, Polresta Pekanbaru bersama Polsek Tampan kemudian membawa jenazah Ahmad Nurhadi ke RS Bhayangkara untuk diautopsi.

Menurut Cici, terdapat banyak kejanggalan yang membuat keluarga besar almarhum menolak mentah-mentah penjelasan rumah sakit yang menyebut Ahmad Nurhadi meninggal karena bunuh diri.

“Waktu bapak kami datang ke RSJ, melihat jasad adek kami sudah dalam posisi terbaring di tempat tidur, dibungkus kain setengah badan. Pihak rumah sakit bilang dia gantung diri, tapi kami tidak melihat tanda-tanda itu,” tutur Cici.

Dalam pengamatan keluarga, tidak ada tanda-tanda khas pada jasad yang biasa ditemukan pada korban gantung diri, seperti lidah menjulur atau keluarnya cairan tubuh.

“Tubuhnya normal saja. Tidak ada reaksi tubuh yang biasa muncul pada korban gantung diri. Ini sangat aneh!” tegasnya.

Lebih lanjut, alat yang disebut-sebut digunakan almarhum untuk bunuh diri yakni sebuah baju lengan panjang juga menjadi pertanyaan besar bagi keluarga almarhum. Sebab, ketika ayah almarhum menjenguk pada hari selasa (22/4/25) lalu, sekira pukul 12.00 WIB, baju tersebut tidak ada di ruangan.

“Itu bukan baju adek kami (almarhum_red). Dan saat terakhir dijenguk, baju panjang itu tidak ada. Dari mana asal baju itu?” tanya Cici penuh

Selain itu, simpul ikatan pada baju tersebut dinilai tidak kuat. Tinggi kain dengan tinggi tubuh almarhum Ahmad Nurhadi pun hampir sama, sehingga keluarga merasa sangat janggal jika dikatakan almarhum sempat tergantung.

“Kalau memang bunuh diri, pasti ada bekas cekikan atau perubahan pada tubuh. Ini tidak ada. Bahkan, simpul ikatan di jendela sangat lemah, tidak mungkin bisa menopang tubuh manusia,” tambahnya.

Kejanggalan lain yang menambah kecurigaan keluarga adalah dugaan lemahnya pengawasan dari pihak RSJ. Menurut Cici, ruangan pasien dipantau CCTV 24 jam dan ada patroli rutin dari satpam.

“Itu jarak dari ruang perawat ke kamar adik kami cuma sekitar 8 meter. Masak tidak ada satupun yang melihat gerak-gerik aneh?” katanya.

Jika benar almarhum melakukan tindakan bunuh diri, mestinya pihak rumah sakit memiliki dokumentasi berupa rekaman, foto atau CCTV yang jelas. Namun, hingga saat ini, tidak ada satu pun bukti video yang ditunjukkan ke pihak keluarga.

“Aneh. Kenapa saat penurunan jasad almarhum tidak ada polisi atau foto dan video, ?, biasanya itu harus polisi yang nurunkan, ada apa?. Kita hidup di zaman digital. Masa penanganan darurat seperti ini tidak ada dokumentasi? Ini semakin memperkuat kecurigaan kami,” tegas Cici.

Maka, pihak keluarga menduga bahwa kematian almarhum bukan karena bunuh diri atau gantung diri, melainkan akibat dugaan malapraktik atau over dosis obat-obatan.

“Kami menduga adik kami menjadi korban malapraktik atau over dosis obat. Banyak kejanggalan yang tidak dapat dijelaskan rumah sakit,” tegas Cici.

Atas dasar semua kejanggalan tersebut, keluarga besar almarhum Ahmad Nurhadi meminta aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak profesional.

“Kami minta kepolisian usut tuntas penyebab kematian adik kami. Kami percaya Polisi tahu apa yang harus dilakukan. Kami hanya ingin keadilan,” tutup Cici.

Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, pihak RSJ Tampan belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi yang dilakukan media ini juga belum berhasil karena tidak memiliki nomor kontak pihak RSJ.

Begitu pula dengan konfirmasi kepada Kanit Reskrim Polresta Pekanbaru yang masih belum memberikan jawaban resmi terkait perkembangan laporan keluarga almarhum.

Pada sekitar pukul 11.30 WIB, lagi lagi, salah seorang anggota tim dari salah satu grup membagikan informasi berupa nomor WhatsApp yang disebut-sebut sebagai milik Direktur RSJ Tampan, berinisial DR PW, dengan nomor 0811-7696-###.

Menindaklanjuti informasi tersebut, media ini berupaya melakukan konfirmasi kepada nomor yang bersangkutan. Konfirmasi awal bertujuan memastikan keabsahan identitas sebagai Direktur RSJ Tampan.

Selanjutnya, media ini juga menyampaikan sejumlah pertanyaan terkait dugaan kejanggalan dalam kronologis kematian almarhum.

Namun demikian, hingga berita ini terbitkan, pihak yang dikabarkan sebagai Direktur RSJ Tampan, berinisial DR PW, belum memberikan tanggapan atas upaya konfirmasi tersebut.

Media ini akan terus berupaya melakukan konfirmasi lebih lanjut kepada pihak terkait, demi mendapatkan kejelasan atas kasus kematian misterius ini.

Penulis : KEND ZAI

Komentar