PEKANBARU, Garda45.com – PT Empat Res Bersaudara yang beralamat Jl. Poros Hangtuah Pantai Raja, Desa Pantai Raja, Kec. Perhentian Raja, Kab. Kampar diduga keras merampas hak-hak buruh dan melanggar berbagai ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Pasalnya, Sejumlah Karyawan PT Empat Res Bersaudara yang bekerja di kebun PT NWR di Estate Nagodang, Desa Siganti, Kec. Langgam, Kab. Pelalawan mengaku mengalami berbagai pelanggaran serius yang bertentangan dengan hukum. Mulai dari pembayaran upah di bawah standar, keterlambatan gaji, tidak adanya slip gaji, dugaan manipulasi BPJS, hingga pelanggaran hak atas Tunjangan Hari Raya (THR).
Salah seorang buruh berinisial U mengungkapkan kepada media ini pada Selasa (24/6/2025), bahwa upah yang mereka terima jauh dari ketentuan minimum yang berlaku di Kabupaten Pelalawan.
“Gaji kami per bulan hanya sekitar Rp2,5 juta. Padahal upah minimum yang ditetapkan pemerintah lebih tinggi dari itu,” ungkap U.
Pemberian upah di bawah standar ini jelas melanggar Pasal 90 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah.
Sanksi untuk pelanggaran ini cukup berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 185 UU Ketenagakerjaan, yaitu ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp400 juta.
Tak hanya itu, U juga mengungkapkan bahwa perusahaan kerap membayar gaji secara tidak tepat waktu.
“Seharusnya kami digaji setiap tanggal 10, tapi kami sering menerima gaji justru setiap empat bulan sekali,” kata U.
Tindakan ini jelas melanggar Pasal 55 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang mewajibkan pengusaha membayar upah tepat waktu. Pengusaha yang melanggar ketentuan ini dapat dikenai sanksi administrasi berupa teguran tertulis, denda, hingga pembekuan sebagian kegiatan usaha.
Lebih lanjut, U mengaku bahwa perusahaan tidak pernah memberikan slip gaji setiap bulannya. Padahal, slip gaji merupakan hak pekerja yang berfungsi sebagai bukti pembayaran yang sah dan transparansi pemotongan yang dilakukan oleh perusahaan.
“Kami tidak pernah menerima slip gaji. Ini hak kami dan diatur dalam UU Ketenagakerjaan,” tegasnya.
Ketentuan pemberian slip gaji tertuang dalam Pasal 17 ayat (2) PP No. 36 Tahun 2021, yang menyebutkan bahwa pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran upah yang memuat rincian komponen gaji dan potongan.
Tak hanya itu, U juga membeberkan bahwa pemotongan BPJS dilakukan tanpa kejelasan. Pekerja tidak mengetahui besaran potongan dan hingga saat ini, kartu kepesertaan BPJS tidak pernah diberikan oleh perusahaan.
“Setiap gaji kami dipotong untuk BPJS, tapi sampai hari ini kami tidak pernah tahu berapa yang dipotong dan apakah benar iuran itu disetor ke BPJS. Kami juga tidak pernah memegang kartu BPJS itu,” beber U lagi.
Diketahui, Perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke dalam program BPJS sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dapat dikenakan sanksi administratif hingga pembekuan izin usaha. Bahkan dalam kondisi tertentu, pengusaha dapat dijerat pidana sesuai Pasal 55 UU BPJS.
Dugaan pelanggaran berikutnya adalah terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Berdasarkan keterangan U, nominal THR yang diterima para buruh jauh di bawah ketentuan yang diatur pemerintah.
“THR kami tidak jelas dan tidak sesuai aturan dan uu. Ada yang hanya dapat Rp200 ribu, ada yang Rp400 ribu. Padahal sesuai aturan THR itu minimal satu bulan gaji pokok, apalagi kami sudah lama bekerja,” jelasnya.
Padahal, Permenaker No. 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan mewajibkan pengusaha memberikan THR minimal sebesar satu bulan upah kepada pekerja yang telah memiliki masa kerja 12 bulan atau lebih. Pengusaha yang melanggar ketentuan ini dapat dikenakan sanksi berupa denda 5% dari total THR yang harus dibayar dan sanksi administratif.
Lebih miris, U mengungkapkan bahwa perusahaan juga diduga mempekerjakan anak di bawah umur dengan modus mencantumkan anak tersebut dalam Kartu Keluarga orang lain agar bisa bekerja.
“Diduga Ada pekerja di bawah umur. Modusnya, mereka numpang di KK orang lain supaya bisa masuk kerja,” tutup U.
Jika dugaan ini benar, maka ini merupakan pelanggaran berat sesuai Pasal 68 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang secara tegas melarang pengusaha mempekerjakan anak di bawah usia 18 tahun. Pengusaha yang mempekerjakan anak dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda maksimal Rp500 juta.
Terpisah, Direktur PT Empat Res Bersaudara, Samabudi Gulo, pada Rabu (25/6/2025), menyampaikan bahwa besaran gaji yang diterima karyawan disesuaikan dengan hasil kerja masing-masing. Ada yang menerima Rp2,5 juta, dan ada yang lebih, tergantung jumlah hari kerja mereka.
“Besaran gaji disesuaikan dengan hasil kerja atau hari kerja, karena sistem yang kami gunakan adalah sistem borongan. Tidak ada keterlambatan dalam pembayaran gaji, selalu dibayarkan setiap tanggal 10. Hanya sekali pernah terlambat karena ada musibah. Kalau saya tidak bisa datang langsung, saya transfer ke mereka,” ujarnya.
Terkait slip gaji, Samabudi menjelaskan bahwa dirinya sempat menawarkan kepada karyawan apakah ingin diberikan slip gaji atau cukup dengan nota. Karyawan saat itu memilih untuk menerima nota.
“Pernah saya tanyakan ke mereka, mau diberikan slip gaji atau bagaimana? Mereka jawab cukup dengan nota, karena dianggap sama saja,” tambahnya.
Sementara untuk BPJS Ketenagakerjaan, ia menegaskan bahwa kartu tersebut sudah diberikan kepada karyawan.
“Kartu BPJS sudah saya serahkan ke mereka. Untuk apa saya tahan-tahan?” katanya.
Menanggapi isu pekerja di bawah umur, Samanudi membantah keras hal tersebut.
“Tidak ada pekerja di bawah umur di tempat kami. Kami justru khawatir dan sangat menghindari mempekerjakan anak di bawah umur,” tutupnya. (Red)
Komentar