Peristiwa

Skandal di Balik Jeruji: Jejak Suparmin dan Bayang-bayang Mafia Tanah di Riau

29
×

Skandal di Balik Jeruji: Jejak Suparmin dan Bayang-bayang Mafia Tanah di Riau

Sebarkan artikel ini
Teks foto: Seorang pria memperlihatkan layar ponsel yang menampilkan panggilan video dengan seorang narapidana saat berada di lokasi lahan sengketa di Desa Rawang Air Putih, Kecamatan Siak. Diduga, komunikasi tersebut menjadi bukti adanya instruksi dari balik lapas dalam kasus dugaan mafia tanah yang melibatkan beberapa pihak, Rabu (5/11/2025)/G45/In.

Siak, Garda45.com – Di balik tembok lembaga pemasyarakatan yang seharusnya menjadi ruang pertobatan, justru tersingkap drama kelam yang mengguncang rasa keadilan publik. Suparmin, narapidana kasus korupsi pupuk subsidi, diduga masih memainkan peran besar dalam jaringan mafia tanah di Riau, bahkan dari balik jeruji besi.

Sebuah video yang beredar di media sosial menyingkap hal mencengangkan: Suparmin tampak melakukan video call dengan pengacaranya. Dalam percakapan tersebut, sang terpidana diduga memberi instruksi untuk melakukan penyerobotan lahan tanpa dasar hukum yang sah.

Yang lebih ironis, Suparmin sejatinya bukan pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam perkara lahan tersebut. Namun, namanya disebut-sebut sebagai dalang yang menunggangi konflik agraria demi kepentingan pribadi sosok yang disebut-sebut sebagai “mafia tanah” yang lihai berlindung di balik nama masyarakat.

Di Desa Rawang Air Putih, Kecamatan Siak, aroma busuk praktik serupa juga tercium. Sejumlah nama mencuat ke permukaan di antaranya Kepala Desa Zaini, serta dua orang lainnya, Nurhadi Kaslan dan Cahyo. Mereka diduga bagian dari sindikat yang mempermainkan penerbitan surat lahan ganda, atau yang dikenal warga sebagai “surat di atas surat”, untuk kemudian dijual berulang kali kepada pihak lain.

Padahal, Kepala Desa Zaini telah berstatus tersangka berdasarkan surat Polda Riau No.B/15/III/RE.1.11/2023/DITRESKRIMUM tertanggal 7 Maret 2023. Namun hingga kini, ia masih bebas berkeliaran, seolah hukum berhenti bekerja pada batas tertentu.

“Kami sudah lelah, Bang. Surat lahan tumpang tindih, dijual lagi dijual lagi. Kades dan kelompoknya seperti kebal hukum,” ujar seorang warga Rawang Air Putih berinisial S, dengan nada getir, Rabu (5/11/2025).

Warga lainnya menyoroti kebebasan Suparmin dalam berkomunikasi dari balik penjara.

“Aneh kali, dia di lapas tapi bisa video call. Kalau orang biasa bawa HP langsung disita. Ini malah bisa kasih perintah dari dalam,” ungkap seorang warga yang meminta identitasnya disamarkan.

Padahal, Permenkumham No. 8 Tahun 2024 dengan jelas melarang narapidana membawa atau menggunakan alat komunikasi elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b jo. Pasal 26 huruf i. Fakta bahwa Suparmin bisa berkomunikasi bebas menjadi sinyal alarm bagi lemahnya pengawasan di dalam lembaga pemasyarakatan.

Lebih jauh, aksi pengacara yang dengan enteng memamerkan komunikasi dengan kliennya yang tengah menjalani hukuman menambah noda pada wajah penegakan hukum. Pertanyaan publik pun mengemuka:

Apakah hukum di negeri ini hanya tajam ke bawah, namun tumpul ke atas?

Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran disiplin. Ia adalah cerminan dari kelumpuhan sistem hukum yang dibiarkan berakar. Jika seorang narapidana bisa mengatur urusan luar dari balik penjara, dan seorang kepala desa berstatus tersangka masih bebas menjalankan kekuasaan, di mana letak keadilan itu berdiri?

Kini, mata publik menatap tajam pada KPK dan aparat penegak hukum pusat untuk turun tangan. Pengusutan tuntas atas dugaan kebocoran pengawasan di lapas, keterlibatan oknum aparat, hingga sindikat mafia tanah menjadi kebutuhan mendesak yang tak bisa lagi ditunda.

Karena skandal ini bukan hanya soal satu narapidana atau satu desa. Ia adalah cermin suram dari bagaimana hukum bisa diperdagangkan, dan keadilan sekali lagi, dipenjara di negeri sendiri.**

Comment