Daerah

Ketika Hak Pekerja Tersandera di Rantai Vendor: Kisah 15 Karyawan PT AMI di Pangkalan Kerinci

19
×

Ketika Hak Pekerja Tersandera di Rantai Vendor: Kisah 15 Karyawan PT AMI di Pangkalan Kerinci

Sebarkan artikel ini
Teks Foto: Perwakilan pekerja PT Andesta Mandiri Indonesia (PT AMI), Waldi, menyampaikan keluhannya terkait gaji yang belum dibayarkan kepada 15 karyawan di Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Kamis (6/11/2025)/G45/Indra.

Pelalawan |Garda45.com – Di tengah gemuruh mesin industri besar di Pangkalan Kerinci, ada suara lirih yang menuntut keadilan. Lima belas pekerja PT Andesta Mandiri Indonesia Group (PT AMI), perusahaan penyedia jasa cleaning service yang bekerja di area PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), hingga kini masih menunggu gaji yang belum mereka terima.

Bagi mereka, waktu berjalan lambat sejak kepastian pembayaran tak kunjung tiba. Perwakilan karyawan, Waldi, mengatakan, berbagai cara telah ditempuh mulai dari menemui manajemen hingga mendatangi langsung kediaman pemilik perusahaan. Namun, setiap langkah berakhir tanpa kepastian.

“Kami sudah beberapa kali datang ke rumah owner, tapi tak ada kejelasan. Alasan dari pihak perusahaan juga selalu berubah,” tutur Waldi kepada Garda45.com, Kamis (6/11/2025).

Informasi yang dihimpun menunjukkan bahwa PT AMI tidak memiliki kantor cabang atau site office di Pangkalan Kerinci, meski selama ini mengoperasikan tenaga kerjanya di wilayah tersebut.

Absennya kehadiran resmi perusahaan di lapangan membuat komunikasi dan urusan administrasi menjadi rumit, sekaligus memperlihatkan celah dalam sistem pengawasan vendor.

Waldi menilai, situasi ini seharusnya menjadi peringatan bagi PT RAPP, salah satu perusahaan kertas terbesar di Asia Tenggara, agar lebih ketat dalam menyeleksi mitra kerja.

“Kami minta PT RAPP memastikan setiap vendor memiliki kantor cabang di sini. Ini penting supaya kasus seperti kami tidak terulang,” tegasnya.

Selain menuntut tanggung jawab dari pihak perusahaan, para pekerja juga berharap Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker) Provinsi Riau segera turun tangan. Mereka hanya ingin satu hal: hak mereka dibayarkan.

“Kami sudah diberhentikan, tapi gaji belum dibayar. Kami hanya ingin hak kami dibayar,” kata Waldi dengan nada kecewa.

Berdasarkan dokumen resmi yang diperoleh, pengawasan terhadap persoalan ini telah memiliki dasar hukum melalui Surat Perintah Tugas Nomor: 800.1.11.1/ST/DISNAKERTRANS.4/906, tertanggal 23 Oktober 2025. Dasar itu merujuk pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawas Perburuhan, yang memberi mandat bagi pemerintah untuk memastikan perlindungan tenaga kerja berjalan sesuai aturan.

Menutup pernyataannya, Waldi menyampaikan harapan agar PT RAPP lebih selektif dalam memilih mitra kerja. Ia menyoroti munculnya praktik vendor “berganti nama” yang kerap lolos dari tanggung jawab sosial terhadap pekerjanya.

“Kami berharap ini jadi pelajaran bagi semua pihak. Jangan lagi ada pekerja kecil yang terpinggirkan di tengah besarnya industri,” pungkasnya.**

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *