JAKARTA |Garda45.com – Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh sehat, cerdas, dan produktif. Program ini dirancang bukan sekadar solusi jangka pendek untuk masalah gizi, tetapi juga sebagai investasi jangka panjang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia dan masa depan bangsa.
Presiden menyampaikan hal itu saat menghadiri Forbes Global CEO Conference 2025 di Hotel The St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025). Dalam kesempatan tersebut, Prabowo menjelaskan bahwa gagasan MBG berangkat dari keprihatinannya terhadap kondisi anak-anak Indonesia yang masih mengalami kekurangan gizi dan stunting di berbagai daerah.
“Makan Bergizi Gratis pada dasarnya adalah penyediaan makanan bergizi tanpa biaya. Program ini lahir dari pengalaman saya selama bertahun-tahun berkampanye,” ujar Presiden Prabowo. Ia menuturkan, dalam setiap kunjungan ke pelosok negeri, dirinya sering menjumpai anak-anak dengan kondisi tubuh jauh lebih kecil dari usia sebenarnya akibat keterbatasan asupan gizi.
“Setiap kali saya datang ke desa, saya bertemu anak-anak yang melambaikan tangan di pinggir jalan. Saya tanya usia mereka, dan saya sering terkejut. Anak laki-laki yang tampak berumur empat tahun ternyata sudah sepuluh tahun. Saat itulah saya melihat langsung dampak stunting dan kemiskinan,” ungkap Presiden.
Menurutnya, banyak negara telah membuktikan keberhasilan program serupa, seperti India dan Brasil, yang berhasil menekan angka kekurangan gizi sekaligus menggerakkan ekonomi rakyat. Indonesia, kata Prabowo, memiliki kemampuan dan keberanian untuk melaksanakan kebijakan sejenis secara luas dan berkelanjutan.
Hingga pertengahan Oktober 2025, pemerintah telah membangun 11.900 dapur MBG di berbagai daerah. Setiap hari, dapur-dapur tersebut melayani sekitar 35,4 juta anak dan ibu hamil, atau 35 persen dari target nasional. Pengawasan terhadap standar gizi dan keamanan pangan terus diperkuat untuk menjamin mutu setiap porsi makanan yang disalurkan.
“Tentu kami menghadapi kendala. Beberapa kasus keracunan memang terjadi, namun jumlahnya sangat kecil, hanya sekitar 0,0007 persen dari total makanan yang didistribusikan. Meski begitu, kami tidak mencari alasan. Kami akan terus memperbaikinya,” tegas Presiden.











