NIAS | Garda45.com – Kasus dugaan pelecehan terhadap seorang siswi SMP Negeri di Kecamatan Siduaori, Kabupaten Nias Selatan, terus menjadi sorotan publik. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di sekolah tersebut pada Sabtu (8/11/2025) sore.
Pantauan di lapangan menunjukkan, sejumlah personel Unit PPA tiba di lokasi sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka memeriksa beberapa ruangan sekolah yang diduga menjadi tempat terjadinya tindakan tidak pantas terhadap siswi berusia 16 tahun berinisial AZ.
Kasus ini mencuat pertengahan Oktober lalu setelah keluarga korban melapor ke Polres Nias Selatan dengan Nomor STTLP/B/183/X/2025/SPKT/POLRES NIAS SELATAN/POLDA SUMUT tertanggal 15 Oktober 2025. Dalam laporan tersebut, seorang guru berinisial MT dituduh melakukan pelecehan terhadap AZ di lingkungan sekolah.
Kanit PPA Polres Nias Selatan, Aipda Jekson Pardede, membenarkan adanya kegiatan olah TKP.
“Benar, tadi sekitar pukul 15.00 Unit PPA melakukan cek TKP. Terkait perkara itu masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya, Sabtu (8/11/2025) malam.
Menurut Jekson, penyidik telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk korban dan beberapa saksi.
“Untuk para saksi dan korban sudah diambil keterangannya. Menyusul nanti pemeriksaan terhadap guru dan pihak sekolah,” jelasnya.
Ia menambahkan, sejauh ini penyidik belum menemukan bukti digital yang menguatkan laporan.
“Percakapan digital yang dimaksud sudah dihapus oleh korban sebelum laporan dibuat. Namun kami masih mengumpulkan alat bukti lain yang relevan,” katanya.
Sementara itu, Kepala Sekolah RL, saat dikonfirmasi di tempat kerjanya, membenarkan bahwa sempat ada upaya mediasi di sekolah setelah muncul kabar kedekatan antara guru MT dan salah satu siswi. Namun ia menegaskan tidak mengetahui atau menyaksikan langsung kejadian yang dimaksud.
“Awalnya saya hanya dengar dari guru-guru, tapi saya sendiri tidak tahu dan tidak melihat. Karena itu, saya berinisiatif melakukan mediasi agar semuanya jelas,” tutur RL.
Mediasi sempat dilakukan satu kali dan situasi dianggap terkendali. RL berencana melibatkan orang tua murid agar masalah diselesaikan secara terbuka. Namun, keesokan harinya muncul keributan di sekolah.
“Besoknya justru ribut. Keluarga dari pihak korban datang ke sekolah. Saat itu saya sedang dinas di luar,” ujarnya.
Keributan itu membuat RL enggan melanjutkan proses mediasi.
“Setelah itu, saya dengar pihak pelapor langsung menyampaikan kasus ini ke pihak kepolisian. Jadi saya tidak lagi ikut campur,” ucapnya.
RL juga mengakui bahwa guru berinisial MT merupakan iparnya. Namun ia membantah keras tudingan bahwa dirinya berupaya melindungi terduga pelaku.
“Saya tidak pernah menutupi siapa pun. Tapi saya juga tidak mau menuduh tanpa bukti,” katanya singkat.
Di sisi lain, FZ, kakek dari korban sekaligus pelapor, menyampaikan harapan yang menyentuh hati banyak pihak. Ia berharap proses hukum berjalan jujur dan tanpa intervensi.
“Kami hanya ingin kebenaran. Anak kami butuh keadilan, bukan kasihan. Kami berharap hukum berjalan jujur, agar anak kami bisa kembali percaya pada sekolah dan pada orang dewasa,” ujar FZ.
FZ juga mengapresiasi langkah cepat pihak kepolisian yang langsung melakukan olah TKP.
“Kami berterima kasih kepada pihak kepolisian yang sudah bergerak cepat. Laporan ini kami buat bukan untuk menjatuhkan siapa pun, tapi untuk mencari kebenaran,” tuturnya.
Ia menambahkan, keluarganya hanya ingin agar cucunya dapat kembali bersekolah dengan rasa aman.
“Harapan kami sederhana. Anak ini masih muda, masa depannya panjang. Kami hanya ingin ia tidak kehilangan kepercayaan pada sekolah dan orang dewasa di sekitarnya,” pungkasny.











