Peristiwa

Ribuan Massa KOMMARI Demo di Kejati Riau, Ajukan Lima Tuntutan Utama Soal Kawasan Hutan dan Tanah

11
×

Ribuan Massa KOMMARI Demo di Kejati Riau, Ajukan Lima Tuntutan Utama Soal Kawasan Hutan dan Tanah

Sebarkan artikel ini
Ribuan Massa Memadati Jalan Sudirman Tepatnya depan Kejati Riau. (G45/Fir).

PEKANBARU |Garda45.com – Ribuan masyarakat terdampak penerbitan kawasan hutan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Kamis (20/11/2025).

Aksi yang diikuti oleh massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Marwah Riau (KOMMARI) menyampaikan lima tuntutan utama yang muncul dari akumulasi persoalan yang dinilai telah mencederai keadilan dan mengabaikan hak-hak masyarakat, terutama terkait penertiban kawasan hutan dan pengelolaan lahan sitaan.

Sekretaris Jenderal KOMMARI, Abdul Aziz, menegaskan tuntutan mereka.

Pertama: mendesak Satgas PKH menunjukkan bukti pengukuhan kawasan hutan di Riau dan membuka seluruh dokumen proses mulai dari SK 173 Tahun 1986 hingga SK 903 Tahun 2016, yang mencakup status kawasan lindung, konservasi, dan produksi.

“Selama bukti pengukuhan tidak dibuka secara transparan, tindakan Satgas PKH akan terus dianggap cacat prosedur dan merugikan masyarakat,” tegasnya.

Kedua, penghentian seluruh aktivitas Satgas PKH dan PT Agrinas Palma Nusantara jika bukti tidak dapat ditunjukkan. Menurut KOMMARI, selama dokumen legal tidak terbukti, seluruh kegiatan keduanya termasuk kerja sama operasional (KSO) harus dihentikan.

Ketiga, transparansi Agrinas mengenai luas lahan sitaan dan pendapatannya, termasuk lahan yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga.

Keempat, pelaksanaan Putusan MK 35/2012 terkait tanah ulayat oleh Pemerintah Pusat, dengan penataan batas yang transparan dan melibatkan komunitas adat.

“Tanah ulayat tidak boleh diperlakukan sebagai kawasan hutan negara begitu saja. Putusan MK 35 itu final dan mengikat,” ujar Aziz.

Kelima, penarikan aparat bersenjata dari konflik lahan masyarakat dan penghentian pelibatan mereka dalam persoalan lahan yang bersinggungan dengan warga sipil.

Abdul Aziz berharap aksi ini dapat membuka mata pemangku kebijakan bahwa keresahan masyarakat Riau bukan sekadar isu teknis, melainkan persoalan keadilan dan hak hidup.

“Ini suara rakyat Riau. Kami ingin hukum ditegakkan, bukan dijadikan alat menekan warga,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *