JAKARTA | Garda45.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengambil langkah berani dalam menghadapi tekanan fiskal yang meningkat. Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan kebijakan ekstensifikasi cukai terhadap berbagai barang konsumsi harian, mulai dari popok bayi hingga tisu basah.
Kebijakan ini merupakan bagian dari Rencana Strategis Kemenkeu 2025–2029, yang menargetkan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta optimalisasi sistem cukai dan kepabeanan.
Langkah tersebut tertuang dalam beleid yang diteken pada 10 Oktober 2025, yang menegaskan pentingnya memperluas basis penerimaan negara tanpa hanya mengandalkan pajak konvensional. Dalam lampiran PMK itu disebutkan,
“Penggalian potensi penerimaan dilakukan melalui penyusunan kajian Barang Kena Cukai (BKC) berupa diapers, alat makan dan minum sekali pakai, serta tisu basah.”
Kebijakan ini diprakarsai langsung oleh Kemenkeu di bawah kepemimpinan Purbaya Yudhi Sadewa. Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah pusat di Jakarta untuk menyeimbangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di tengah kondisi fiskal yang semakin ketat.
Selain produk rumah tangga, pemerintah juga tengah mengaji pengenaan cukai terhadap sejumlah komoditas lain, antara lain, Barang-barang mewah,Minuman berpemanis dalam kemasan,Plastik dan kemasan multilayer,Styrofoam dan sedotan plastik,Sepeda motor, batu bara, serta pasir laut.
Langkah tersebut menandakan arah fiskal baru Indonesia yang lebih agresif, dengan fokus menjaga stabilitas penerimaan di tengah kenaikan belanja negara dan ketidakpastian ekonomi global.
Purbaya menilai perluasan cukai merupakan bagian dari strategi memperkuat kemandirian fiskal dan menekan ketergantungan pada pajak tradisional. Selain itu, Kemenkeu juga berupaya mendorong kebijakan cukai yang berorientasi pada lingkungan serta pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor sebagai dukungan terhadap target net zero emission 2060.
Meski bertujuan memperkuat fiskal, kebijakan ini memunculkan kekhawatiran akan kenaikan biaya hidup masyarakat. Sejumlah ekonom fiskal di Jakarta mengingatkan agar kebijakan tersebut dikaji secara matang.
“Kebijakan seperti ini harus menimbang aspek keadilan sosial. Kalau popok bayi dan tisu basah dikenakan cukai, maka harus jelas alasannya: apakah untuk lingkungan, kesehatan, atau sekadar menutup defisit,” ujar salah satu ekonom.
Rencana ekstensifikasi cukai menunjukkan bahwa Kemenkeu kini berupaya memperluas basis penerimaan sambil menguji daya tahan masyarakat terhadap kebijakan fiskal baru. Meski belum diterapkan secara langsung, langkah ini menandai pergeseran strategi dari sekadar peningkatan pajak menuju reformasi fiskal struktural yang menyentuh kebutuhan sehari-hari.
Dengan strategi tersebut, pemerintah berharap bisa menjaga keseimbangan APBN, memperkuat penerimaan negara, dan tetap berkomitmen pada pembangunan berkelanjutan tanpa mengorbankan stabilitas sosial.











