PELALAWAN | Garda45.com – Konflik lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) kembali memanas. Sekelompok warga menyerang simbol negara berupa plang kawasan konservasi, sekaligus mengusir prajurit TNI yang berjaga di dalam kawasan tersebut. Insiden ini terjadi pada Kamis malam hingga Jumat dini hari di Pos 10 dan Pos 9 wilayah TNTN, Kecamatan Pelalawan.
Gerakan itu lahir sebagai buntut kekecewaan warga setelah audiensi terkait penertiban TNTN di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau gagal mencapai titik temu.
“Massa kembali ke TNTN dalam kondisi emosi tinggi. Mereka menuntut pasukan TNI yang bertugas meninggalkan pos,” ujar Kapendam I/Bukit Barisan XIX Tuanku Tambusai, Letkol MF Rangkuti, Rabu (26/11/2025).
Menurutnya, massa tiba di Pos 10 pada pukul 23.00 WIB. Dengan nada memaksa, warga mendesak prajurit TNI segera angkat kaki dari lokasi. Tidak sampai di sana, massa bergerak ke Pos 9 dan kembali melakukan pengusiran.
Demi menghindari bentrokan yang dikhawatirkan menimbulkan korban jiwa, aparat memilih langkah taktis: mundur.
“Keputusan itu diambil untuk menjaga situasi tetap terkendali. Kondisi massa sudah sangat emosional,” jelas Rangkuti.
Keputusan tersebut juga terlihat jelas dalam rekaman video yang beredar luas di media sosial, di mana prajurit tak melakukan upaya perlawanan meskipun plang nama TNTN dirusak di depan mata.
“Itu bagian strategi, agar konflik tidak pecah. Aparat mundur sambil terus berdialog,” katanya menegaskan.
Setelah aparat meninggalkan pos, massa langsung membubarkan diri. Situasi dilaporkan kembali kondusif. Namun peristiwa itu menjadi catatan paling serius sejak penertiban TNTN dilakukan, baru pertama kali prajurit TNI dipaksa mundur oleh massa di kawasan konservasi tersebut.
Rangkuti menyebut pos-pos penjagaan kini telah kembali diambil alih personel pengamanan. Bahkan penambahan prajurit dilakukan menyikapi eskalasi konflik yang meningkat.
Penertiban TNTN hingga kini masih menyisakan perlawanan dari sebagian warga yang telah menjadikan kawasan konservasi itu sebagai kebun sawit. Bukan hanya masyarakat kecil, keberadaan cukong diduga kuat menjadi dalang utama alih fungsi lahan negara itu menjadi perkebunan komersil.
TNTN yang seharusnya menjadi benteng terakhir populasi gajah sumatra, kini semakin terdesak oleh kepentingan ekonomi ilegal yang terorganisir.











