Kasus Dugaan Penganiayaan di Pekanbaru: Kuasa Hukum Desak Kepolisian Bertindak Tegas

PEKANBARU, Garda45.com – Kasus dugaan tindak pidana penganiayaan yang melibatkan klien dari Kuasa Hukum Fauzan Afriadi Andika, SH, MH, terus bergulir di Pekanbaru. Berdasarkan laporan polisi dengan Nomor : LP/B/289/III/2024/SPKT/POLRESTA PEKANBARU/POLDA RIAU yang dibuat pada tanggal 30 Maret 2024, pelapor dengan inisial FD mengajukan laporan atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh dua orang individu dan dugaan penggelapan oleh EM, pemilik usaha Koki Sunda di Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru.

Peristiwa tersebut berawal ketika korban, FD, mengaku mengalami penganiayaan di tempat kerjanya yang berlokasi di restoran Koki Sunda. Penganiayaan ini diduga dilakukan oleh dua orang, termasuk pemilik usaha tersebut, EM, dan seorang kepala chef.

Selain penganiayaan, FD juga melaporkan dugaan penggelapan KTP yang disita oleh EM tanpa alasan yang jelas. Kasus ini segera menjadi perhatian publik karena melibatkan hubungan kerja antara pemilik usaha dan karyawan freelance.

Dalam keterangannya, Kuasa Hukum Fauzan Afriadi Andika menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh EM dan kepala chef tersebut sangat disayangkan dan tidak dapat ditoleransi.

“Perbuatan temperamen yang dilakukan oleh pemilik dan kepala chef terhadap karyawan freelance sangat memprihatinkan. Kami berharap pihak kepolisian segera memanggil dan melakukan penahanan terhadap para pelaku sesuai dengan Pasal 21 KUHAP jo. Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014 (hal. 109),” tegas Fauzan Afriadi Andika pada media ini di pekanbaru, Jumat (16/8/24) malam.

Afriadi Andika juga menekankan pentingnya tindakan tegas dari aparat kepolisian untuk mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan.

“Jangan sampai tindakan penganiayaan dan penggelapan seperti ini terulang terhadap karyawan lain. Penegakan hukum harus tegas untuk memberikan efek jera bagi para pelaku,” lanjutnya.

Tindak pidana penganiayaan yang dilaporkan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP, khususnya Pasal 351 dan/atau Pasal 352 KUHP. Dalam pasal tersebut, penganiayaan didefinisikan sebagai tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain, baik melalui pemukulan, pengirisan, atau bentuk kekerasan lainnya.

Menurut P.A.F Lamintang dalam bukunya tentang hukum pidana, penganiayaan adalah suatu tindakan yang disengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.

“Kesengajaan (opzet) ini harus ada untuk menyebut seseorang melakukan penganiayaan. Tindakan penganiayaan tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik, tetapi juga mencakup tindakan lain yang merusak kesehatan seseorang,” jelasnya.

Selain itu, konsep hukum pidana juga mengakui adanya tindak pidana penyertaan (deelneming), di mana suatu tindak pidana dapat melibatkan lebih dari satu orang yang bekerja sama secara fisik dan intelektual untuk melakukan kejahatan. “Van Hamel menyebutkan bahwa ajaran penyertaan ini menunjukkan bahwa sebuah delik dapat dilakukan oleh dua atau lebih individu yang bekerja sama,” ungkap Afriadi Andika, mengutip pandangan ahli hukum tersebut.

Dalam kasus ini, Afriadi Andika menyoroti perlunya aparat kepolisian bertindak cepat dan cermat dalam menangani dugaan tindak pidana tersebut.

“Undang-Undang memberikan wewenang kepada penyidik untuk mengambil tindakan hukum yang diperlukan guna menyelesaikan kasus ini dengan optimal. Namun, ada kekhawatiran bahwa kewenangan ini sering disalahgunakan oleh oknum,” tambahnya.

Afriadi Andika juga mengkritisi lambatnya penanganan kasus oleh pihak kepolisian.

“Sampai saat ini, baru satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan ini. Padahal, peristiwa hukum ini sudah jelas terang benderang,” tegasnya.

Sebagai Kuasa Hukum, Fauzan Afriadi Andika menyatakan bahwa ia dan timnya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.

“Kami akan mengambil langkah hukum lebih lanjut jika proses hukum ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kami siap membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk ke Mabes Polri, jika diperlukan,” ujarnya.

Terkait dengan proses hukum yang sedang berjalan, Fauzan Afriadi Andika
meminta agar aparat kepolisian dapat bekerja dengan profesional dan adil.

“Dalam menangani tindak pidana, aparat penegak hukum harus teliti dan cermat, khususnya dalam memahami elemen-elemen hukum seperti mens rea (niat jahat) dan actus reus (tindakan yang melanggar hukum). Kami berharap kasus ini dapat diselesaikan dengan cepat dan adil,” tutupnya.

KEND ZAI.

Komentar