Daerah

Akses Sekolah Berlumpur, Jalan Berdebu: Bupati Siak Desak Negara Hadir Lindungi Hak Dasar

16
×

Akses Sekolah Berlumpur, Jalan Berdebu: Bupati Siak Desak Negara Hadir Lindungi Hak Dasar

Sebarkan artikel ini
Akses Sekolah Berlumpur, Jalan Berdebu: Bupati Siak Desak Negara Hadir Lindungi Hak Dasar
Bupati Siak Afni Zulkifli (kiri) memaparkan peta wilayah Siak kepada Menteri HAM Natalius Pigai (kanan) saat dialog di Balairung Datuk Empat Suku, Minggu (14/12/2025). (G45/fir) 

SIAK | Garda45.com Bupati Siak Afni Zulkifli secara terbuka menyampaikan sederet persoalan hak asasi manusia yang dihadapi masyarakat Kabupaten Siak saat menerima kunjungan kerja Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai di Balairung Datuk Empat Suku, Komplek Rumah Rakyat, Minggu (14/12/25).

Di hadapan Menteri HAM, Afni menegaskan konflik agraria di Kabupaten Siak telah menjelma menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu dapat meledak. Ia mencontohkan, baru beberapa hari dilantik sebagai Bupati Siak, konflik lahan antara masyarakat dan PT Seraya Sumber Lestari (PT SSL) pecah di Kampung Tumang, Kecamatan Siak.

Meski izin kawasan hutan bukan kewenangan pemerintah kabupaten, Afni menegaskan negara tidak boleh lepas tangan. Sebagai kepala daerah, ia berkewajiban memastikan warga mendapatkan perlindungan hak asasi manusia, mulai dari hak atas tanah, air, udara bersih, pendidikan, hingga layanan kesehatan.

“Terbukti, saat saya baru saja dilantik, konflik lahan langsung terjadi di Tumang. Ini bukan persoalan sepele, tapi menyangkut hak dasar masyarakat,” kata Afni.

Dalam dialog tersebut, Afni memaparkan kondisi wilayah Kabupaten Siak menggunakan peta. Ia menunjukkan dominasi warna kuning yang menandakan kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), sementara area berwarna putih yang merepresentasikan ruang hidup masyarakat jumlahnya sangat terbatas.

“Karena itu saya berharap penyebutan kawasan industri tidak lagi memakai istilah hutan. Hutan itu heterogen. Ini hanya satu jenis tanaman, akasia,” tegasnya.

Afni menjelaskan, sebagian besar wilayah Kabupaten Siak berada dalam kawasan hutan dan Hak Guna Usaha (HGU). Tercatat, HGU berada di 54 kampung dan enam kelurahan, sementara kawasan HTI dan hutan mencakup 63 kampung serta dua kelurahan. Total terdapat 131 kampung dan kelurahan dengan sekitar setengah juta jiwa penduduk yang hidup di dalam kawasan tersebut.

Kondisi ini, lanjut Afni, berdampak langsung pada terhambatnya pemenuhan hak dasar masyarakat. Banyak warga kesulitan mengakses sekolah dan fasilitas kesehatan akibat keterbatasan infrastruktur.

“Anak-anak berangkat sekolah harus melewati jalan berlumpur saat hujan dan berdebu saat panas, karena mereka tinggal di kawasan HTI. Bukan karena Pemda tidak mau membangun, tapi kami harus mengemis izin lintas kementerian untuk pelepasan kawasan,” ungkapnya.

Persoalan serupa, kata Afni, banyak terjadi di Kecamatan Minas, Kandis, dan Sungai Mandau. Ia menegaskan, negara semestinya hadir mengantarkan layanan pendidikan dan kesehatan sebagai hak asasi manusia, bukan membiarkan masyarakat berjuang sendiri.

Selain konflik agraria, Afni juga menyoroti masih maraknya praktik illegal logging di kawasan konservasi Siak, yang merupakan habitat gajah dan harimau Sumatera.

Ia berharap kunjungan Menteri HAM dapat menjadi jalan penyampaian aspirasi agar persoalan HAM yang dihadapi masyarakat Siak mendapat perhatian dan penanganan serius dari pemerintah pusat.

Menanggapi paparan tersebut, Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Bupati Siak. Ia menilai Afni tengah mengisi ruang kosong yang selama ini tidak dijalankan negara, dengan keberanian menyuarakan kepentingan rakyat.

Pigai menegaskan kehadiran korporasi di suatu wilayah seharusnya membawa dampak positif yang terukur secara statistik, mulai dari meningkatnya kesejahteraan, kesehatan, hingga menurunnya persoalan sosial dan ekonomi.

“Dari tayangan video singkat tadi, itu contoh korporasi yang tidak memberikan dampak positif. Mestinya perusahaan hadir sebagai malaikat, bukan monster bagi masyarakat,” tegas Pigai.

Ia menambahkan, perusahaan seharusnya melindungi dan menjaga keberlanjutan usaha serta kehidupan masyarakat yang telah berlangsung secara turun-temurun.

“Kalau hadir hanya membawa mudarat, lalu untuk apa datang? Apakah untuk mengambil kekayaan yang Tuhan berikan, atau membunuh rakyat secara perlahan? Tinggal dijawab dengan jujur,” kata Pigai.

Menurutnya, akumulasi kekayaan perusahaan yang menjelma menjadi konglomerasi besar harus sebanding dengan tanggung jawab sosial di wilayah operasional.

“Faktanya, mereka bisa kaya raya, tapi membangun jalan kecil saja tidak mampu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *