PEKANBARU, Garda45.com – Forum Aktivis Mahasiswa Riau (FAMR) kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Polda Riau, Jalan Pattimura, Kota Pekanbaru, Rabu (28/5/2025). Aksi ini merupakan lanjutan dari Aksi Jilid II untuk menuntut penindakan terhadap aktivitas tambang Galian C ilegal yang diduga milik Dr. Zulmetta.
Dalam orasinya, FAMR mendesak Kapolda Riau untuk segera menutup aktivitas tambang ilegal tersebut. Mereka juga menuding adanya keterlibatan pejabat tinggi di lingkungan Polda Riau yang diduga menjadi pelindung atau “beking” dari praktik penambangan ilegal yang tersebar di beberapa wilayah Provinsi Riau.
Koordinator Lapangan FAMR, Wandry Saputra Simbolon, menyebutkan bahwa salah satu titik tambang ilegal tersebut berada di Jalan Toman, Palas, Pekanbaru serta di Desa Pulau Tinggi, Kecamatan Kampar, Kabupaten Kampar.
“Kami memiliki bukti kuat dari lapangan. Oknum perwira tinggi di Polda Riau yang seharusnya menegakkan hukum, justru terindikasi melindungi aktivitas ilegal ini. Kami menuntut Kapolda segera mencopot pejabat yang terlibat,” tegas Wandry di hadapan massa aksi.
Menurut Wandry, Jika aparat penegak hukum justru menjadi bagian dari kejahatan, maka kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian akan hancur.
“Ini soal keberanian moral Kapolda Riau. Bila tidak terlibat, buktikan dengan membersihkan institusi dari oknum pelanggar. Hukum tidak boleh hanya tajam ke bawah,” lanjutnya.
Pantauan di lokasi, aksi FAMR yang diikuti sekitar 50 orang ini turut membawa barang bukti berupa tumpukan pasir hasil tambang ilegal, yang dibawa langsung ke depan Mapolda Riau. Pasir tersebut disebut sebagai bukti nyata bahwa aktivitas Galian C ilegal masih berlangsung di lokasi yang mereka sebutkan.
Ketua Umum FAMR, David Sitinjak, menambahkan bahwa mereka juga membawa sejumlah bukti kuat lainnya, seperti foto, video, dan dokumentasi lapangan yang memperlihatkan aktivitas penambangan ilegal.
“Semua bukti sudah kami serahkan secara resmi ke pihak Polda Riau. Ini bukan tuduhan kosong. Kami minta kasus ini dibuka secara transparan, dan oknumnya segera diperiksa,” ujarnya.
Ironisnya, lanjut David, laporan resmi mereka sebelumnya telah mendapat respon dari kepolisian melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). Namun, isi surat tersebut justru menyatakan tidak ditemukan aktivitas pertambangan sebagaimana yang dilaporkan.
“Dalam SP2HP disebutkan tidak ada aktivitas seperti yang kami laporkan. Padahal kami punya data lengkap, visual lapangan, dan saksi. Ini membuat kami menduga ada unsur pembiaran atau bahkan perlindungan terhadap pelaku,” tegas David.
FAMR menilai sikap Polda Riau dalam menangani laporan tersebut sangat tidak profesional. Bukannya ditindaklanjuti secara serius, laporan justru seolah-olah ditutup tanpa penyelidikan yang transparan.
“Oleh karena itu, kami mendesak Kapolda Riau untuk bertindak tegas. Bila tak ada langkah konkret setelah aksi ini, kami akan bawa kasus ini ke tingkat nasional,” tegasnya.
David menyebutkan bahwa mereka telah menyiapkan langkah lanjutan, termasuk melaporkan kasus ini ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Ini bukan sekadar aksi mahasiswa. Ini perjuangan untuk keadilan. Jika Riau tidak mampu bersih, kami akan cari keadilan ke pusat. Kapolda harus bertanggung jawab atau siap-siap dilaporkan,” katanya.
Menutup aksi, Wandry dan David menyatakan bahwa apabila Polda Riau tetap tidak menindaklanjuti laporan dan bukti yang telah mereka sampaikan, maka FAMR akan menggelar Aksi Jilid III bertepatan dengan Hari Bhayangkara pada 1 Juli 2025 mendatang.
“Jika kasus tambang ilegal ini tidak diusut tuntas secara transparan, maka Aksi Jilid III akan digelar tepat pada Hari Ulang Tahun Bhayangkara, pukul 08.00 WIB hingga selesai. Ini janji kami,” tutupnya. (red)
Komentar