Hukrim

Kasus Mafia Tanah Seret Kades Tanjung Mas, Polda Riau Dinilai Lamban Tetapkan Tersangka

23
×

Kasus Mafia Tanah Seret Kades Tanjung Mas, Polda Riau Dinilai Lamban Tetapkan Tersangka

Sebarkan artikel ini
Ketua LSM GERAK Riau, Emos. (G45/KZ).

PEKANBARU | Garda45.com Penanganan laporan dugaan mafia tanah di Polda Riau dinilai sangat lamban. Laporan yang sudah masuk sejak Maret 2025 itu hingga kini belum juga menetapkan satu pun tersangka, meski kasus telah naik ke tahap penyidikan.

Kasus ini menyeret nama Buharis, Kepala Desa Tanjung Mas, Kecamatan Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, bersama dua rekannya, Ridho Aljabar dan Supirman Zalukhu. Mereka dilaporkan oleh Budi Aro Gea atas dugaan penipuan dan penggelapan uang ratusan juta rupiah dalam transaksi jual beli lahan seluas 10 hektare.

Ketua LSM Gerak Riau, Emos Gea, menilai lambannya penanganan kasus tersebut tidak dapat ditolerir. Ia mendesak agar Polda Riau melalui Ditreskrimum segera menetapkan para terlapor sebagai tersangka.

“Laporan ini sudah lama, tapi belum ada tersangka. Apalagi terlapor seorang kepala desa. Kami minta Polda Riau melalui Ditreskrimum segera menetapkan tersangka terhadap seluruh terlapor,” kata Emos, Sabtu (8/11/2025).

Emos menambahkan, posisi terlapor sebagai pejabat desa aktif seharusnya menjadi perhatian serius. Ia menilai penundaan penetapan tersangka berisiko menimbulkan korban baru.

“Kalau dibiarkan, bisa muncul korban lain. Mafia tanah seperti ini tidak boleh dilindungi. Polda harus tegas dan profesional dalam menangani kasus ini,” tegasnya.

Penyidik Ditreskrimum Polda Riau, Aipda Fransisco, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, membenarkan bahwa para terlapor Buharis dan Ridho Aljabar, sudah dipanggil untuk diperiksa.

“Sudah dipanggil, Pak,” tulis Fransisco singkat saat dihubungi tim redaksi.

Menanggapi hal tersebut, Emos menilai langkah pemeriksaan saja tidak cukup tanpa disertai penetapan tersangka.

“Kalau sudah dipanggil dan diperiksa, seharusnya bisa segera ditetapkan tersangka. Tapi kenapa belum juga? Ada apa?” ucapnya.

Sementera itu, Pelapor Budi Aro Gea menjelaskan bahwa perkara bermula saat dirinya dihubungi Supirman Zalukhu, yang menawarkan lahan 10 hektare di Desa Tanjung Mas. Supirman meyakinkan bahwa lahan tersebut milik Kepala Desa Buharis dan familinya Ridho Aljabar, serta dijamin aman secara hukum.

Setelah diyakinkan, Budi mentransfer uang muka Rp20 juta untuk biaya pembuatan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT). Ia kemudian diajak meninjau lokasi lahan yang tampak seperti kebun sawit aktif.

Beberapa hari kemudian, di warung makan kawasan Lipat Kain, terjadi transaksi jual beli dengan harga Rp24 juta per hektare. Korban mentransfer Rp240 juta untuk pembelian tanah dan Rp30 juta sebagai uang muka sewa alat berat ke rekening Buharis dan anaknya, Julhijri.

Namun pekerjaan pembukaan lahan hanya berlangsung seminggu, lalu berhenti dengan alasan alat berat rusak. Buharis kemudian meminta tambahan Rp50 juta untuk menyewa alat baru. Korban kembali menyerahkan uang disertai surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani para terlapor.

Dari total Rp340 juta yang diserahkan, hanya 3,5 hektare lahan yang dikerjakan. Setelah dicek, ternyata tanah tersebut bermasalah dan tumpang tindih dengan lahan pihak lain. Ketika diminta pertanggungjawaban, para terlapor justru menantang korban menempuh jalur hukum.

Merasa dirugikan, korban melapor ke Polda Riau pada 7 Maret 2025 dengan dugaan penipuan, penggelapan, pemalsuan dokumen, dan penyalahgunaan jabatan kepala desa. Kasus ini telah digelar, namun belum ada penetapan tersangka hingga kini.

“Saya sudah serahkan semua bukti, mulai dari kwitansi, surat pernyataan, sampai dokumen asli. Tapi sampai sekarang belum ada satu pun yang ditetapkan tersangka,” ujar Budi Aro Gea, pelapor sekaligus korban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *