PEKANBARU, Garda45.com – Aktivitas Galian C yang diduga ilegal di Jalan Lintas Timur KM 14, Kulim, Pekanbaru, hanya berjarak tak jauh dari Kantor Camat Kulim terus berlangsung tanpa henti. Ironisnya, praktik ini dilakukan secara terang-terangan dan nyaris tanpa hambatan, sehingga menimbulkan kesan adanya perlindungan dari oknum aparat penegak hukum. Kamis (17/4/2025).
Pantauan langsung di lapangan terlihat puluhan dump truk hilir mudik setiap saat, mengangkut tanah timbun dari lokasi galian C tersebut. Kendaraan-kendaraan berat ini tampak keluar masuk dengan intensitas tinggi, meninggalkan jejak debu yang beterbangan di sepanjang jalan. Pemandangan ini membuat pengguna jalan dan warga sekitar harus menghadapi ketidaknyamanan setiap hari.
Lebih mengejutkan lagi, setiap truk yang keluar dari lokasi galian terlihat berhenti sejenak diduga untuk memberikan sejumlah uang atau retribusi kepada petugas yang berjaga. Transaksi tersebut disertai dengan kwitansi, seolah kegiatan ini memiliki mekanisme retribusi tersendiri meski tidak disertai legalitas resmi.
Hal ini menimbulkan pertanyaan besar. jika memang ilegal, mengapa aktivitasnya seolah “diatur dengan rapi”? Mengapa tidak ada tindakan dari aparat maupun pemerintah daerah?
Seorang warga setempat yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan keluh kesahnya kepada wartawan. Ia mengaku sudah lama resah dengan keberadaan tambang atau Galian C tersebut karena sangat mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
“Sudah lama beroperasi itu bang. Lihat saja jalan ini, penuh debu. Setiap hari kami hirup udara kotor karena truk-truk itu. Apalagi kalau musim kemarau, debunya masuk ke rumah. Ini sangat mengganggu warga dan pengendara,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa lokasi Galian C tersebut sempat berhenti beroperasi beberapa waktu lalu, namun hanya berlangsung sebentar. Tak lama kemudian, aktivitas kembali berjalan seperti semula, bahkan terlihat lebih ramai dari sebelumnya.
“Pernah berhenti sebentar, bang. Tapi nggak lama, mereka buka lagi. Makanya kami curiga, pasti ada yang ‘backup’. Nggak mungkin mereka berani jalan kalau nggak ada ‘lampu hijau’ dari oknum aparat. Sudah biasa lah model begitu,” ujarnya dengan nada kecewa.
Menurutnya, praktik seperti ini sudah menjadi rahasia umum. Banyak warga percaya bahwa selama pihak pengelola tambang (Galian C_red) memberikan ‘setoran’ rutin ke oknum tertentu, maka aktivitas bisa terus berjalan meski tak memiliki izin.
“Kalau belum setor, mungkin langsung ditutup. Tapi kalau sudah setor, ya bisa beroperasi bebas. Jadi bukan soal aturan, tapi siapa yang jaga belakangnya,” imbuhnya.
Warga lain yang ditemui juga mengungkapkan bahwa selain debu dan kerusakan jalan, mereka juga khawatir akan potensi longsor dan kerusakan lingkungan.
“Kami takut juga lama-lama tanah jadi labil, apalagi kalau hujan. Ini kan tanah timbun diambil terus. Kalau nggak ada pengawasan, bisa bahaya buat rumah-rumah di sekitar sini,” ujar seorang ibu rumah tangga.
Sementara itu, hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak Kecamatan Kulim, Dinas Lingkungan Hidup, maupun aparat penegak hukum. (Tema)
Komentar