GMPR Riau Desak Penegak Hukum Segera Mengusut Dugaan Perlindungan Terhadap Perusahaan Besar di Balik OTT Ketua LSM PETIR

Pekanbaru, Garda45.com – Gerakan Mahasiswa & Kepemudaan Peduli Provinsi Riau (GMPR) menyampaikan keprihatinan mendalam atas arah penegakan hukum di Provinsi Riau yang belakangan ini tampak tidak proporsional dan terkesan tebang pilih.

Ketua GMPR, Ali Jung-Jung Daulay, menegaskan bahwa pihaknya menduga Kapolda Riau hari ini hanya berfokus pada proses Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap salah seorang anggota LSM berinisial JS, tanpa memperlihatkan keberimbangan dalam mengusut akar persoalan sebenarnya yang melibatkan kepentingan besar di balik kasus tersebut.

“Kami menduga ada upaya untuk mengalihkan perhatian publik. OTT terhadap JS seolah menjadi tameng untuk menutupi praktik-praktik pelanggaran hukum yang lebih besar, yang justru dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar di sektor perkebunan kelapa sawit,” ujar Ali dalam keterangan resminya.

GMPR menyoroti bahwa perusahaan seperti PT Ciliandra Perkasa dan PT Surya Dumai Group diduga kuat memiliki keterkaitan terhadap kasus yang menyeret JS, bahkan disinyalir melakukan praktik-praktik yang melanggar ketentuan hukum dan lingkungan di wilayah operasionalnya.

“Kami tidak menolak penegakan hukum terhadap siapa pun, termasuk LSM. Namun hukum tidak boleh berhenti pada pihak yang lemah. Jika benar ada dugaan keterlibatan korporasi besar yang menjebak atau memanfaatkan situasi untuk menutupi pelanggaran mereka, maka penegak hukum wajib bertindak tegas dan transparan,”tegas Ali Jung-Jung Daulay.

GMPR meminta Kejaksaan Tinggi Riau bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk segera turun tangan mengusut secara menyeluruh dugaan praktik penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh korporasi tersebut.

“Kami menaruh harapan besar kepada Kejati Riau dan Jampidsus untuk tidak membiarkan hukum menjadi alat yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Masyarakat menunggu penegakan hukum yang adil, objektif, dan tidak berpihak pada kepentingan perusahaan besar,”katanya.

GMPR menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga terang benderang, sekaligus memastikan agar tidak ada satu pun pihak yang berlindung di balik kekuasaan atau kekuatan modal untuk lolos dari jerat hukum.

Disamping itu kabag Hukum dan HAM (GMPR) menyampaikan: tindakan aparat yang hanya menyoroti pihak tertentu berpotensi melanggar asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”

GMPR juga mengingatkan bahwa apabila terdapat indikasi pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi – terutama dalam bentuk perusakan lingkungan, penyalahgunaan izin, atau praktik korupsi dalam tata kelola lahan, Maka hal tersebut harus diproses sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 69 ayat (1) yang melarang setiap orang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, serta Pasal 116 ayat (1) yang menegaskan bahwa korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana lingkungan hidup.

Dengan Tegas Juga Ali Mengatakan:

“Kami menduga, ada upaya untuk menutup-nutupi kesalahan korporasi besar. Ini berbahaya, karena ketika hukum mulai tunduk pada kekuatan modal, maka rakyat kecil akan terus menjadi korban. Kami hanya ingin hukum ditegakkan dengan adil dan seimbang, Maka kemungkinan adanya praktik pembiaran atau kelalaian yang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap Pasal 421 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menegaskan bahwa pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menguntungkan pihak tertentu atau merugikan pihak lain dapat dipidana,”tegasnya.

Kepala bagian keagamaan GMPR juga menambahkan tentang bagaimana pandangannya:

“Tidak logis bila LSM disebut memeras tanpa sebab. Logika sederhananya, pemerasan terjadi karena ada yang bisa diperas, Yakni karena ada kesalahan yang disembunyikan. Maka jika benar ada OTT, hukum dan moral harus ditegakkan terhadap pemberi dan penerima; sebab keduanya sama-sama melanggar hukum manusia dan hukum Tuhan. Rasulullah SAW telah mengingatkan, ‘Allah melaknat pemberi suap dan penerima suap.

“Maka jika benar ada praktik suap dalam peristiwa ini, keduanya berdosa di hadapan Tuhan dan bersalah di mata hukum,” tutupnya.**

Komentar