Hukrim

Jaksa Tuntut Hukuman Mati Pengedar 47 Kg Sabu dan 35 Ribu Ekstasi di Rupat

11
×

Jaksa Tuntut Hukuman Mati Pengedar 47 Kg Sabu dan 35 Ribu Ekstasi di Rupat

Sebarkan artikel ini
Jaksa Tuntut Hukuman Mati Pengedar 47 Kg Sabu dan 35 Ribu Ekstasi di Rupat
Kasi Intelijen Kejari Bengkalis, Wahyu Ibrahim. (G45/net)

BENGKALIS | Garda45.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkalis menuntut hukuman mati terhadap Anton bin Pendi, terdakwa kasus peredaran narkotika jaringan internasional yang ditangkap dengan barang bukti total 47 kilogram sabu dan 35 ribu butir ekstasi. Tuntutan dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Bengkalis, Selasa (9/11/2025).

Kasi Intelijen Kejari Bengkalis, Wahyu Ibrahim, menyebut tuntutan mati diajukan karena skala kasus yang dinilai sangat serius.

“Total barang bukti yang dibawa Anton mencapai puluhan kilogram sabu dan puluhan ribu butir ekstasi. Ini bukan kasus kecil. Kami menuntut hukuman maksimal: mati,” tegas Wahyu.

Dalam persidangan terungkap, Anton mengaku diperintahkan seseorang bernama Lalak alias Adi Putra (DPO) untuk menjemput paket narkoba dari Malaysia melalui jalur laut di Pantai Alohong, Desa Sungai Cingam, Rupat.

Narkoba itu dikirim menggunakan speed boat sebelum dipindahkan ke sepeda motor yang dikendarai Anton menuju lokasi serah terima.

Namun upaya tersebut gagal setelah tim Ditresnarkoba Polda Riau yang telah melakukan pengintaian mencegat Anton dan rekannya Jamal.

Polisi kemudian menangkap tiga orang lainnya yang diduga sebagai penerima barang di dalam mobil Toyota Innova hitam.

Dari tas yang dibawa Anton, polisi menyita 29,9 kg sabu kemasan teh hijau dan bungkus bergambar harimau, 18.000 butir ekstasi hijau dan 17.700 butir ekstasi oranye.

Total seluruh barang bukti mencapai 47 kg sabu dan 35.700 butir ekstasi.
Hasil uji laboratorium memastikan semuanya positif mengandung metamfetamina dan MDMA, yang masuk kategori narkotika golongan I.

Atas perbuatannya, Anton dituntut melanggar Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, yang memungkinkan hukuman maksimal pidana mati.

“Tidak ada alasan pemaaf. Skala peredaran ini merusak bangsa. Terdakwa harus dihukum seberat-beratnya,” tutup Wahyu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *