Tragedi di RSJ Tampan Terungkap: CCTV Rekam Dua Kali Percobaan Bunuh Diri, Petugas Diduga Lalai

PEKANBARU, Garda45.com – Tragedi memilukan terjadi di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan Pekanbaru. Seorang pasien berinisial AN ditemukan tewas gantung diri di dalam kamar perawatannya. Pihak keluarga korban menuding adanya kelalaian fatal dari pihak rumah sakit yang menyebabkan peristiwa itu terjadi, dan hingga kini, belum ada tanggapan resmi dari Direktur RSJ Tampan, dr. Prima Wundari.

Peristiwa ini pertama kali terungkap dari rekaman CCTV yang diperlihatkan oleh pihak kepolisian kepada keluarga korban. Dari video itu, terlihat jelas bahwa AN mencoba mengakhiri hidupnya sebanyak dua kali dalam selang waktu yang sangat dekat. Tragisnya, tidak ada petugas rumah sakit yang segera menyadari kejadian tersebut, meskipun lokasi pasien berada tepat di depan ruang jaga.

“Percobaan pertama terjadi pada pukul 17.46 WIB, hari Jumat, 25 April. Saat itu AN mencoba menggantung diri dengan menggunakan kain atau baju, namun gagal karena kain tersebut melorot,” ungkap Fiil, salah seorang keluarga korban, kepada media pada Rabu (30/4/2025).

Fiil menjelaskan bahwa AN kembali mencoba bunuh diri dua menit kemudian, pada pukul 17.48, dan akhirnya berhasil pada pukul 17.50, ketika lilitan kain di lehernya mulai menggantung.

“Dari rekaman, tubuh AN masih terlihat bergerak pada pukul 17.52. Namun baru pada pukul 17.58, tiga orang petugas masuk dan menemukannya dalam kondisi sudah tidak bernyawa,” katanya.

Keluarga mempertanyakan mengapa dalam rentang waktu sekitar 12 menit dari percobaan pertama hingga AN benar-benar meninggal dunia, tidak ada satupun petugas yang menyadari tindakan nekat tersebut.

“Di mana pengawasan 24 jam yang selalu mereka janjikan? Katanya ada petugas yang siaga dan CCTV juga aktif. Tapi mengapa kejadian ini bisa luput dari pantauan mereka?” tegas Fiil dengan nada kecewa.

Kecurigaan keluarga bukan hanya soal keterlambatan deteksi, tetapi juga menyangkut prosedur standar rumah sakit dalam menangani pasien dengan gangguan jiwa berat.

“Kenapa adek kami ini (pasien_red) malah dibiarkan memakai baju lengan panjang yang jelas-jelas bisa digunakan untuk menyakiti diri sendiri?” tanya Fiil.

Menurutnya, pihak rumah sakit juga sempat tidak kooperatif pada malam kejadian.

“Kalau saja malam itu mereka bersedia menunjukkan langsung rekaman CCTV kepada polisi, mungkin kami tidak perlu menyetujui otopsi. Tapi karena mereka tidak transparan, kami ingin tahu kebenarannya secara medis,” lanjutnya.

Keluarga menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini, mulai dari pengawasan, perlakuan terhadap pasien, hingga sikap rumah sakit pascakejadian. Mereka pun menuntut penjelasan dan keadilan atas kematian AN.

“Kami tidak menolak takdir. Tapi kami punya hak untuk mempertanyakan mengapa seorang pasien bisa kehilangan nyawa di tempat yang seharusnya melindunginya. Kami akan menempuh jalur hukum jika perlu,” tegas Fiil.

Hingga berita ini diturunkan, pihak RSJ Tampan, termasuk Direktur RSJ dr. Prima Wundari, belum memberikan tanggapan atau klarifikasi resmi atas tudingan kelalaian tersebut. Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media juga belum mendapat jawaban. (red)

 

Komentar