Pasien Tewas Akibat Dugaan Kelalaian, RS Prima Bungkam dan Diduga Berupaya Tutupi Kasus Kematian Warga Tenayan Raya

PEKANBARU, Garda45.com – Salah seorang pasien RS Prima Pekanbaru, inisial YB (39), warga Kecamatan Tenayan Raya, Kota Pekanbaru, meninggal dunia pada 31 Mei 2025 sekitar pukul 15.02 WIB. YB sebelumnya dirawat inap sejak 26 Mei 2025 di RS Prima yang berlokasi di Jalan Bima No.1, Kecamatan Tampan.

YB diduga meninggal akibat kelalaian penanganan medis oleh oknum dokter. Salah satu saksi keluarga pasien, W. Giawa, kepada awak media mengungkapkan bahwa pasien jarang mendapat penanganan serius selama dirawat. Bahkan, infus yang habis kerap terlambat diganti meski telah diberitahu ke petugas jaga.

Saat dikonfirmasi, manajer RS Prima, inisial JS, menyatakan bahwa pihak rumah sakit tidak bisa memberitahukan penyakit pasien tanpa permintaan resmi dari keluarga. Namun, pernyataan ini dinilai tidak menjawab inti pertanyaan awak media yang hanya ingin mengetahui penyebab kematian YB.

Keluarga pasien pun mengaku tidak mengetahui siapa dokter yang menangani. Menurut keterangan mereka, dokter yang disebut menangani YB sedang cuti dan baru masuk kembali pada 2 Juni 2025, atau dua hari setelah pasien meninggal.

Pada 18 Juni 2025, RS Prima mengundang wartawan T. Laia, media Berantas, serta LSM MAMPIR untuk memberikan klarifikasi. Pertemuan yang digelar di lantai 5 RS Prima ini juga dihadiri oleh Humas RS Prima, Adi Darma, dan pengawas internal SKH. Namun, dokter penanggung jawab YB tidak hadir dan pihak rumah sakit tetap enggan menyebutkan namanya.

Upaya konfirmasi lanjutan melalui WhatsApp kepada Humas RS Prima dan pengawas juga tidak membuahkan hasil. Mereka berdalih tidak mengetahui atau tidak bisa memberi tahu siapa dokter yang menangani pasien.

Merasa tidak puas, perwakilan media GaoelNews.com, LSM MAMPIR, dan media Berantas mendatangi Dinas Kesehatan Provinsi Riau pada 23 Juni 2025. Kabid Pelayanan Kesehatan, inisial E, menyatakan bahwa timnya telah melakukan pengecekan ke RS Prima.

Menurut keterangan Diskes, tidak ditemukan unsur kelalaian dan RS Prima disebut telah menunjukkan surat pernyataan dari keluarga pasien. Namun, nama dokter tetap dirahasiakan dengan alasan internal.

LSM MAMPIR melalui F. Zega menilai langkah RS Prima tersebut sebagai bentuk penghalangan informasi dan upaya melindungi oknum dokter yang bertanggung jawab. “Ini sangat memalukan dan mencederai etika pelayanan kesehatan,” ujarnya dengan nada tegas.

Pada 19 Juni 2025, sejumlah orang yang mengaku sebagai perwakilan RS Prima mendatangi rumah keluarga almarhum dan menyatakan bahwa kasus kematian telah “diselesaikan” dengan memberikan uang santunan sebesar Rp 25 juta kepada T. Laia dan F. Zega. Namun, keluarga membantah hal ini dan merasa dirugikan karena informasi tersebut tidak benar.

Bahkan, dalam percakapan WhatsApp yang diklaim dimiliki oleh W. Giawa, pihak RS Prima melalui Humas Adi Darma mengakui telah menyerahkan dana tersebut, namun enggan memberikan bukti serah terima.

“Hal ini sangat mencurigakan dan terkesan ingin menutupi fakta. Kami akan menempuh jalur hukum atas dugaan fitnah dan intervensi terhadap keluarga,” tegas Zega.

Setelah berbagai komunikasi, pihak RS Prima akhirnya menawarkan “perdamaian” kepada keluarga dengan menyodorkan bantuan uang. Setelah proses negosiasi yang rumit, akhirnya keluarga menyetujui tawaran sebesar Rp 25 juta, yang kemudian diberikan kepada istri almarhum YB.

Komentar