Terungkap di Gelar Perkara: RSJ Tampan Diduga Lalai Tangani Pasien Berisiko Bunuh Diri, Keluarga Ahmad Nurhadi Desak Polda Riau Naikkan Status ke Penyidikan

PEKANBARU | Garda45.com – Kasus kematian Ahmad Nurhadi, pasien Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Tampan Pekanbaru, memasuki babak baru. Pihak keluarga bersama kuasa hukum mendesak Polda Riau untuk menaikkan status perkara dari penyelidikan ke penyidikan, usai digelarnya rapat gelar perkara di Polda Riau, pada Rabu (8/10/2025).

Dalam pernyataannya kepada awak media, keluarga menyebutkan bahwa hasil pemaparan fakta dalam gelar perkara menunjukkan adanya unsur kelalaian yang menyebabkan kematian almarhum. Mereka menilai, bukti-bukti yang diungkap sudah cukup kuat untuk melanjutkan proses hukum ke tahap berikutnya.

“Kami sangat berharap peserta gelar perkara sepakat menaikkan status kasus ini menjadi penyidikan, karena fakta hukum sudah sangat jelas. Ada kelalaian serius yang dilakukan pihak RSJ Tampan,” ujar Fiil heples, S.H., keluarga dan sekaligus kuasa hukum almarhum Ahmad Nurhadi, usai gelar perkara di Mapolda Riau.

Keluarga mengungkapkan, bentuk kelalaian paling mencolok adalah tidak adanya standar pakaian bagi pasien dengan risiko bunuh diri. Ahmad Nurhadi yang memiliki riwayat menyakiti diri sendiri justru diberi baju lengan panjang, dan dengan baju itulah ia kemudian ditemukan meninggal dunia.

“Pihak rumah sakit seharusnya tahu bahwa pasien dengan kondisi demikian wajib diberikan pakaian tanpa potensi risiko melukai diri. Ini kesalahan fatal dan jelas melanggar standar keselamatan pasien,” jelasnya.

Lebih lanjut, hasil rekaman CCTV yang dipaparkan dalam gelar perkara juga memperlihatkan bahwa selama lebih dari 20 menit, tidak ada petugas yang memantau ruang pasien. Parahnya lagi, petugas jaga disebut meninggalkan pos secara bersamaan dalam waktu cukup lama.

“Dalam kurun waktu itu, tidak ada pengawasan sama sekali. Hal inilah yang memperkuat dugaan kami bahwa kematian adik kami bukan semata musibah, melainkan akibat kelalaian sistem dan pengawasan pihak RSJ Tampan,” lanjutnya.

Temuan keluarga ini diperkuat oleh hasil pendapat Ombudsman Republik Indonesia, yang menilai RSJ Tampan Pekanbaru tidak memiliki standar pakaian pasien berisiko bunuh diri serta lalai dalam melakukan pengawasan terhadap pasien dengan risiko tinggi.

Ombudsman menyebut, kelalaian tersebut termasuk dalam bentuk maladministrasi pelayanan publik yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Selain itu, keluarga juga menyinggung aturan hukum yang relevan, yakni Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, yang mewajibkan fasilitas kesehatan memberikan pengawasan intensif terhadap pasien berisiko tinggi, termasuk mereka yang memiliki kecenderungan bunuh diri.

“Ketentuan ini jelas. Setiap rumah sakit wajib memastikan keselamatan pasiennya, terlebih yang berpotensi membahayakan diri sendiri. Kegagalan memenuhi standar tersebut adalah bentuk kelalaian serius,” tegas pihak keluarga melalui kuasa hukumnya.

Keluarga Ahmad Nurhadi menegaskan, perjuangan mereka bukan sekadar mencari siapa yang salah, tetapi memastikan agar kasus serupa tidak lagi terjadi. Mereka berharap Polda Riau bekerja objektif, profesional, dan tidak ragu menetapkan tersangka bila unsur pidana terbukti.

“Kami yakin perkara ini akan terus diproses hingga tuntas. Kami percaya keadilan masih ada, dan almarhum akan mendapatkan keadilan yang layak,” ungkap Fiil heples

Keluarga juga meminta masyarakat dan media untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Mereka menegaskan, semua langkah yang diambil murni demi keadilan dan perbaikan sistem keselamatan pasien di rumah sakit.

“Demikian keterangan ini kami sampaikan agar menjadi rujukan bagi publik dan media, serta sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang sedang berjalan,” tutupnya

Hingga berita ini diterbitkan, pihak RSJ Tampan Pekanbaru belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan keluarga almarhum. (Red).

Komentar