Perpisahan Berujung Malapetaka, Siswa SMPN 23 Patah Kaki Diduga Akibat Lalai Pengawasan Sekolah

PEKANBARU, Garda45.com – Acara perpisahan kelas III (tiga) SMP Negeri 23 Pekanbaru yang seharusnya menjadi momen bahagia, justru berubah menjadi malapetaka. Seorang siswa laki-laki berusia 14 tahun, sebut saja Budi, mengalami kecelakaan serius saat mencoba keluar dari lingkungan sekolah untuk membeli minuman. Akibat kejadian tersebut, Budi mengalami patah kaki parah dan kini harus menjalani operasi besar serta terapi jangka panjang.

Peristiwa nahas ini terjadi pada Rabu (28/5/2025) siang, di SMPN 23 Pekanbaru yang berlokasi di Jalan Garuda Sakti KM 3, Kecamatan Binawidya, Kota Pekanbaru.

Menurut keterangan keluarga korban, saat itu Budi merasa haus dan hendak membeli minuman di luar lingkungan sekolah. Namun, ketika meminta izin kepada petugas keamanan, ia dilarang keluar.

Meski dilarang oleh security, Budi menyaksikan teman-temannya sudah berada di luar lingkungan sekolah. Karena merasa sangat kehausan dan melihat rekan-rekannya bisa berada di luar, ia mencoba mencari jalan alternatif melalui pagar samping sekolah yang tampak sepi tanpa penjagaan.

Ia pun memanjat pagar dan berusaha melompat ke luar. Namun, malang tak dapat ditolak, saat mendarat, kakinya mengalami benturan hebat hingga langsung patah. Ia pun langsung dilarikan ke rumah sakit.

HS, orangtua Budi, saat ditemui media ini di sebuah rumah sakit di Pekanbaru tidak membantah bahwa musibah bisa terjadi di mana saja, namun menurutnya, kelalaian pengawasan dari pihak sekolah menjadi faktor utama dalam insiden ini.

“Anak saya hanya ingin keluar sebentar untuk beli minum karena haus, tapi tidak diizinkan. Ironisnya, dia melihat sendiri teman-temannya sudah berada di luar pagar. Ini yang membuat anak saya nekat keluar lewat pagar samping,” tutur HS, Minggu (1/6/2025).

HS menyoroti lemahnya pengawasan sekolah saat acara berlangsung. Menurutnya, tidak semua akses pintu dijaga dengan ketat. Pagar samping yang digunakan anaknya untuk keluar ternyata sudah ditutup tapi tanpa pengawasan petugas, sehingga bisa dengan mudah dipanjat oleh siswa.

Selain itu, HS juga mempertanyakan ketidakkonsistenan pengawasan yang dilakukan sekolah. Mengapa ada siswa yang bisa berada di luar, sementara anaknya tidak diperbolehkan? Ditambah lagi, pengawasan di pagar samping yang seharusnya juga dijaga, ternyata kosong.

“Kalau semua pintu dijaga, anak saya tentu tidak akan bisa memanjat pagar itu. Sekolah seolah lalai. Namanya anak-anak, mereka tidak berpikir panjang apakah tindakan itu membahayakan atau tidak,” ucapnya.

Yang lebih menyedihkan, menurut HS, hingga saat ini pihak sekolah belum memberikan bantuan berarti, baik dalam bentuk moril maupun materiil. Meskipun kepala sekolah telah sempat menjenguk anaknya, namun tidak ada dukungan konkrit terkait biaya pengobatan.

“Anak saya harus menjalani operasi besar. Setelah itu, selama enam bulan ke depan harus kontrol rutin dan fisioterapi. Ini jelas butuh biaya besar. Tapi dari sekolah tidak ada perhatian sama sekali. Tidak ada itikad membantu, bahkan sekadar menanyakan kebutuhan kami pun tidak,” ujar HS.

Ia mengaku tidak memaksa pihak sekolah untuk mengganti seluruh biaya pengobatan, tetapi setidaknya menunjukkan kepedulian sebagai bentuk tanggung jawab moral atas kejadian yang terjadi dalam lingkungan dan pengawasan mereka.

HS sangat khawatir terhadap kondisi masa depan anaknya. Ia belum tahu pasti apakah kaki anaknya bisa pulih total. Bila tidak, tentu akan berdampak pada kehidupan dan cita-cita anaknya ke depan.

“Saya hanya ingin sekolah memperhatikan kondisi anak saya. Tolong pihak sekolah jangan lepas tangan dan jangan anggap ini sepele. Ini menyangkut masa depan anak saya. Kalau kaki dia tidak pulih seperti sedia kala, bagaimana masa depannya?,” tutup HS.

Kepala Sekolah SMPN 23 Pekanbaru, Edi Suhendri, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Minggu (1/6/25) terkait insiden tersebut dan bentuk tanggung jawab pihak sekolah terhadap korban, tidak memberikan jawaban. Bahkan redaksi telah berulang kali menghubungi melalui telepon genggam pada hari yang sama sekitar pukul 16.40 WIB, namun hingga berita ini diterbitkan, panggilan tersebut tak kunjung dijawab. (red)

Komentar