PEKANBARU, Garda45.com – Meski namanya disebut dalam persidangan kasus korupsi anggaran rutin Bagian Umum Setdako Pekanbaru, hingga kini tidak ada langkah hukum yang menyentuh Ingot Ahmad Hutasuhut. Justru, ia kini dipercaya menjabat sebagai Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Pekanbaru.
Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya perlindungan dari pihak-pihak tertentu. Pasalnya, meski kesaksiannya di persidangan menunjukkan adanya penerimaan uang dan fasilitas, tidak ada tindak lanjut tegas dari aparat penegak hukum maupun pemerintah kota.
Dikala itu, Ingot yang menjabat selaku Asisten II Setdako pekanbaru itu hadir sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru pada Selasa (6/5/2025). Sidang itu menghadirkan tiga terdakwa utama, yakni Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekretaris Daerah Indra Pomi Nasution, serta mantan Plt Kepala Bagian Umum Novin Karmila.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Delta Tamtama, Ingot menyebut dirinya tidak pernah mengurus atau mengajukan Ganti Uang (GU) Persediaan maupun Tambahan Uang (TU) Persediaan. Ia menegaskan, hal itu berada di luar kewenangannya. Namun, pengakuannya berbeda ketika ditanya soal pemberian yang pernah diterimanya.
Ingot mengaku pernah mendapatkan bingkisan makanan dan minuman yang dikirimkan staf Bagian Umum ke rumahnya di Kecamatan Marpoyan Damai. Pemberian itu datang menjelang Lebaran pada 2023 dan 2024.
Jaksa Penuntut Umum KPK kemudian merincikan penerimaan Ingot. Ada empat kali pengiriman makanan dan minuman, masing-masing senilai Rp3 juta, sehingga totalnya mencapai Rp12 juta. Uang tersebut diterima oleh pembantu rumah tangganya bernama Eka.
Selain itu, Ingot juga menerima tambahan uang Rp10 juta dari Bagian Umum. Ia mengaku tidak mengetahui sumber anggaran tersebut, apakah berasal dari GU atau TU Persediaan. Ia menyebutnya hanya sebagai bentuk perhatian jelang Lebaran.
“Ketika itu ada sate lengkap dan minuman kaleng,” ujar Ingot di hadapan majelis hakim.
Tidak berhenti di situ, Ingot juga mengakui pernah meminta bantuan kepada staf Bagian Umum, Irwandi, untuk membuatkan karangan bunga. Biayanya sebesar Rp1,8 juta, sebagaimana tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan dibenarkan langsung oleh Ingot.
Meski menerima berbagai bentuk pemberian, Ingot menegaskan tidak pernah menanyakan sumber dana maupun meminta bukti pertanggungjawaban.
“Tidak pernah,” kata Ingot lagi.
Selain Ingot, Asisten I Setdako Pekanbaru, Masykur Tarmizi, juga memberikan kesaksian serupa. Ia mengaku menerima dana makanan dan minuman Lebaran sekitar Rp15 juta dalam dua tahun berturut-turut.
Fakta-fakta ini semakin mempertegas bahwa pemberian dana maupun fasilitas dari Bagian Umum Setdako sudah menjadi praktik yang berlangsung lama dan melibatkan sejumlah pejabat.
Sementara itu, para terdakwa utama dalam kasus ini, yakni Risnandar, Indra Pomi, dan Novin Karmila, didakwa melakukan pemotongan anggaran senilai Rp8,9 miliar. Dana itu bersumber dari GU dan TU Persediaan tahun anggaran 2024.
Selain pemotongan anggaran, para terdakwa juga disebut menerima gratifikasi berupa uang tunai, pakaian, hingga barang mewah dari ASN di lingkungan Pemko Pekanbaru. Seluruh penerimaan tersebut tidak pernah dilaporkan ke KPK dalam tenggat waktu 30 hari sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Di tengah kasus yang masih berjalan, penunjukan Ingot sebagai Plt Kepala Bapenda yang dilantik pada 22 Agustus 2025 lalu oleh Walikota Pekanbaru, menimbulkan tanda tanya besar.
Situasi ini memperlihatkan adanya inkonsistensi dalam langkah penegakan hukum dan tata kelola pemerintahan. Ketika pejabat yang disebut menerima uang tetap diberi posisi penting, muncul kesan adanya perlindungan dari pihak tertentu.
Keterangan Ingot di persidangan sudah cukup memperlihatkan adanya penerimaan dana yang berasal dari Bagian Umum. Walau ia mengaku tidak mengetahui sumber dananya, fakta penerimaan itu jelas terungkap di depan majelis hakim.
Tanpa langkah hukum yang tegas, kasus ini dikhawatirkan akan berakhir dengan ketidakpastian. Apalagi, dugaan penerimaan dana oleh pejabat sekelas asisten Setdako tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan pihak yang lebih tinggi.
Meski hingga kini Ingot tetap berpegang pada pernyataan bahwa pemberian tersebut hanya dianggap sebagai bentuk perhatian. Namun, pengakuan itu tidak menghapus fakta bahwa dana yang diterimanya berasal dari anggaran daerah yang sedang disidangkan di pengadilan.
Kepastian hukum terhadap nama-nama yang disebut dalam perkara ini kini menjadi penentu arah pemberantasan korupsi di lingkungan Pemko Pekanbaru.
Sementara itu, Ingot selaku Asisten II Setdako sekaligus Plt Kepala Bapenda Kota Pekanbaru dimintai tanggapan terkait disebutnya namanya dalam persidangan tersebut melalui pesan WhatsApp, Selasa (23/9/25). Namun hingga berita ini diterbitkan belum ada jawaban. (Red).











