Siak, Garda45.com – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tengku Rafi’an Siak hingga kini belum menerapkan kebijakan tarif berbayar untuk pasien umum. Hal ini disebabkan belum adanya payung hukum berupa peraturan daerah (Perda) yang mengatur mekanisme tersebut.
Kebijakan tarif berbayar ini sebenarnya telah dibahas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak menyusul kondisi keuangan daerah yang tengah tidak stabil. Selama ini, sistem mood pembiayaan dinilai membebani APBD karena pengadaan obat menguras anggaran cukup besar.
Rencana penerapan sistem berbayar itu diungkap Bupati Siak, Dr. Afni Z, dalam pertemuan bersama sejumlah awak media di Siak, Jumat lalu.
“Selama ini pasien umum yang berobat hanya membayar Rp50 ribu untuk pendaftaran, namun bisa mendapatkan obat bernilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Kondisi ini jelas menimbulkan pembengkakan anggaran daerah,” ujarnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Siletperistiwa.com dan Garda45.com mencoba mengonfirmasi langsung ke pihak RSUD Tengku Rafi’an Siak. Melalui Kabid Pelayanan Penunjang Medis, Apdani Sophya, didampingi Kasi Pelayanan dan Penunjang Medis, Dina, pada 27 Oktober 2025, di ruang kerjanya, dijelaskan bahwa kebijakan tarif berbayar memang sudah dibahas di internal rumah sakit.
“Usulan tarif berbayar bagi pasien umum sudah kami sampaikan ke Dinas Kesehatan. Namun, sampai saat ini belum bisa diterapkan karena menunggu regulasi daerah yang sah,” ujar Apdani.
Ia menjelaskan, selama ini pasien umum hanya dikenakan biaya pendaftaran. Setelah itu, pasien menjalani pemeriksaan dan mendapatkan obat tanpa tambahan biaya.
“Pemasukan rumah sakit hanya berasal dari biaya pendaftaran, tidak ada dari obat yang diberikan,” tambahnya.
Berbeda halnya dengan pasien pengguna BPJS Kesehatan atau UHC (Universal Health Coverage) dari Dinas Sosial. Mereka cukup menunjukkan KTP dan surat keterangan dari dinas terkait untuk mendapatkan layanan kesehatan.
Ketika ditanya mengenai jumlah kebutuhan obat yang diusulkan untuk tahun 2026, Apdani mengaku tidak mengingat secara pasti. Ia juga tidak mengetahui nilai total pendapatan dari pasien umum karena hal tersebut menjadi ranah bagian keuangan.
“Setahu saya, dana yang masuk dari pasien umum digunakan untuk kebutuhan operasional seperti kebersihan dan lainnya. Untuk pembelian obat, semuanya dilakukan melalui sistem e-Katalog,” jelasnya.
Apdani menambahkan, kebutuhan obat di RSUD diajukan melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Siak. Sementara itu, puskesmas dan pustu memiliki mekanisme tersendiri dan tidak melalui RSUD.
“RSUD berdiri sendiri, jadi suplai obat untuk puskesmas dan pustu tidak melewati kami,” ujarnya.
Terkait belum diberlakukannya tarif berbayar untuk obat pasien umum, Apdani menegaskan hal itu dikarenakan belum adanya payung hukum yang jelas.
“Kami masih menggunakan Perda lama Nomor 1 Tahun 2024. Perda baru yang mengatur tarif berbayar obat belum terbit,” ungkapnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Siak, dr. Andri, belum berhasil ditemui untuk dimintai keterangan lebih lanjut mengenai usulan anggaran dan kebutuhan obat tahun 2026 mendatang. Menurut informasi yang diperoleh, Plt. Kadiskes masih menghadiri kegiatan sunatan massal dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional.
(Ivan)






Komentar