PEKANBARU, Garda45.com – Pakar hukum Pidana Riau yang juga sebagai Direktur Formasi Riau, DR Muhammad Nurul Huda SH MH., menyebutkan ada 6 modus korupsi yang dilakukan kepala daerah untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama kampanye.
“Hasil pantauan kita modus itu misalnya menerimaan gratifikasi dari pihak-pihak,” kata Dr. Huda, Jumat (2/10/20).
Sementara dari hasil perbincangan wartawan dengan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Giri Suprapdiono menyebutkan hal yang sama.
“Jual-beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah, diduga dilakukan mulai dari jabatan kepala dinas, sekretaris daerah, hingga kepala sekolah,” kata Giri senada dengan Dr Huda.
Bahkan kata Giri yang diamini Dr Huda, diduga pengembalian modal ini, Korupsi pengadaan barang dan jasa misalnya pengadaa barang baru juga diduga dapat dilakukan kepala daerah dan kroninya, karena mereka memiliki wewenang perencanaan dan pembelanjaan anggaran.
“Biasanya sih, juga jual-beli perizinan, mulai dari perizinan membangun hotel, rumah sakit, pusat perbelanjaan, hingga perkebunan, itu juga kita dengar juga dilakukan, bukan rahasi lagi kok,” kata Dr Huda
Mereka menyebut dugaan Korupsi itu memang “nyata” terjadi, namun sayang ibarat “kentut” baunya ada tapi tak bisa ditangkap.
Bahkan guna memperkaya diri tak kala, Penggelapan pendapatan daerah, contohnya, ketika ada pungutan pajak yang tidak disetorkan ke kas daerah diduga juga bisa dimainkan, tragis lagi hasil ini malah dibagi-bagikan di kalangan pejabat daerah dan oknum-oknum lainnya. (tentunya konum lain juga kecipratan)
“Cara Korupsi anggaran ini modusnya sangat pintar, misalnya dengan membawa-bawa oknum DPRD. Jadi sebelum dieksekusi dugaan Korupsi inipun sebenarnya sudah terjadi,” katanya.
Banyak kalangan menilai bukan calon Kepala daerah yang semestinya disalahkan, namun warga pemilih juga harus bertanggung jawab, karena tidak selektif menilai Balon sebelumnya.
Salah seorang warga Pekanbaru ditanya masalah terkait Korupsi Kepala Daerah dan kroninya, katanya dugaan korupsi di Pekanbaru banyak terjadi, sayangnya Pihak Kejaksan kurang peka terhadap laporan-laporan wakili warga misalnya LSM dan masyarakat yang anti dengan Korupsi.
“Kuncinya aparat hukum, kalau mereka mau apa yang tidak bisa dilakukan, LSM saja bisa mencari bukti-bukti korupsi, namun yang berhak kan aparat penegak hukum,” kata warga Mukminin.
Rilis : Indra
Sumber : Kabarriau.com
Komentar